MSDM
2.1 Landasan Teori
Pendekatan teoretis
yang dipergunakan sebagai dasar pengamatan dalam penelitian ini adalah:
2.1.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian
Kompensasi
Schuller (1997:214)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian kompensasi antara
lain adalah lingkungan internal yang terdiri dari pasar tenaga kerja, serikat
pekerja, dan pesaing, lingkungan eksternal yang terdiri dari dari…dan kegiatan
sumber daya manusia yang dapat diperjelas sebagai berikut. Kompensasi menyebabkan
berbagai output perusahaan seperti
produktivitas, keunggulan kompetitif, fleksibilitas dan kualitas lingkungan
kerja yang semuanya bermuara pada kinerja perusahaan.
Teori yang dikemukakan oleh Schuller menyatakan bahwa kinerja implikasi dari pemenuhan atas serangkaian kebutuhan yang ditunjukkan berupa kompensasi atau imbalan atas tanggung jawab yang diembannya dan bagian dari pada kepuasan hidup. Ia merupakan output dari aktifitas yang dilakukannya selama proses organisasi. Imbalan atau kompensasi besar dan komposisinya dipengaruhi oleh faktor-faktor baik internal maupun eksternal di samping proses pengelolaan sumber daya manusia yang bersumber pada kebijakan manajerial. Schuller membagi faktor eksternal sebagai faktor-faktor seperti pesaing, serikat pekerja dan pasar tenaga kerja, sedangkan faktor internal terdiri dari lingkungan organisasi serta pengelolaan sumber daya manusia yang terjadi di perusahaan.
Sumber : Schuller, 1998
Gambar 2.1
Skema Faktor-Faktor
Pembentuk Kinerja
Pada diagram di atas, dapat dilihat bahwa lingkungan internal dan eksternal serta kegiatan SDM mendorong pelaksanaan evaluasi atas sistem imbalan atau kompensasi yang dimiliki oleh perusahaan sebelumnya di mana evaluasi atas sistem kompensasi tersebut membawa beberapa pilihan strategis berupa hubungan bisnis, strategi internal, kesamaan eksternal, administrasi dan fokus kerja. Berdasarkan pilihan strategis tersebut terbentuk desain kompensasi yang terdiri dari gaji pokok, dan berbagai benefit di mana berbagai bentuk imbalan tersebut menciptakan ukuran kinerja bagi individu.
2.1.1.1
Lingkungan eksternal
1. Pasar tenaga kerja
Pasar tenaga
kerja mempengaruhi desain kompensasi dalam dua cara. Pertama, tingkat persaingan tenaga kerja sebagian menentukan
batas rendah atau floor tingkat
pembayaran. Kedua, jika tingkat
pembayaran suatu perusahaan terlalu rendah, tenaga kerja yang memenuhi syarat
tidak akan bersedia bekerja di perusahaan itu. Maka pengurangan pasar tenaga
kerja memberi kesempatan kepada mereka yang memenuhi syarat untuk mengisi
jabatan yang tersedia dengan peluang merundingkan syarat-syarat ketenagakerjaan
yang lebih baik.
Permintaan
mendorong harga tenaga kerja naik, tetapi harga tinggi pada gilirannya menarik
lebih banyak orang masuk ke pasar tenaga kerja (Luthans, 1992:254). Pada saat
yang sama, mereka menekan pengusaha untuk mencari alternatif, seperti
penyediaan tenaga kerja asing, yang harganya mungkin lebih rendah, atau
teknologi yang mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja.
2. Serikat
pekerja
Kehadiran
serikat pekerja di perusahaan sektor swasta diperkirakan meningkatkan upah 10 sampai 15 persen dan menaikkan tunjangan sekitar 20 sampai 30 persen.
Juga perbedaan upah antara perusahaan yang mempunyai serikat pekerja tampak
paling besar selama periode resesi dan yang paling kecil selama periode
inflasi. Apakah meningkatnya biaya kompensasi di perusahaan yang ada serikat
pekerjanya akan mewujudkan hasil yang lebih tinggi, merupakan hal yang masih
banyak diperdebatkan.
Beberapa peneliti berpendapat, dengan
memperbaiki kepuasan karyawan, menurunkan keluar-masuknya
karyawan dan mengurangi absensi sehingga serikat pekerja dianggap mempunyai efek positif pada produktivitas
netto. Sebagian yang lainnya berpendapat bahwa perolehan produktivitas
meningkat ada kaitannya dengan biaya kompensasi yang meningkat. Serikat pekerja
juga telah mengajukan klausal-klausal peningkatan upah yang meningkatkan upah
secara otomatis selama masa kontrak. Salah satu cara serikat pekerja
mencapainya adalah mengaitkan kenaikan upah dengan perubahan-perubahan indeks
harga konsumen.
Cara lain
serikat pekerja mempengaruhi praktek-praktek kompensasi adalah melalui
penyusunan sistem upah dua lapis. Dalam sistem semacam ini, kontrak menentukan
bahwa karyawan yang dipekerjakan setelah tanggal tertentu akan menerima upah
yang besarnya sebanyak 50 sampai dengan 80 persen lebih rendah daripada rekan
kerja senior yang bekerja pada pekerjaan yang sama atau mirip (Werther,
1993:311). Sistem pembayaran dua lapis dipandang oleh serikat pekerja tidak
begitu menyakitkan dibandingkan pembekuan upah dan pemotongan gaji karyawan
yang sudah ada.
Selain
menentukan berapa besar bayaran karyawan, serikat pekerja juga membentuk cara
total pembayaran yang dialokasikan antara upah, pembayaran berdasarkan kinerja
dan tunjangan. Sifat dasar hubungan
antara serikat pekerja dengan manajemen dalam suatu perusahan mempunyai implikasi penting bagi desain dan administrasi pembayaran. Sebagian
serikat pekerja ikut ambil bagian secara aktif dalam evaluasi jabatan, untuk
melindungi kepentingan mereka dalam bentuk struktur upah yang rasional
(Dessler, 1997:178). Sebagian lainnya mempertahankan hubungan kepelangganan,
mencari jaminan pekerjaan dan menolak perubahan-perubahan isi pekerjaan dan
tingkat upah. Program-program pembayaran berdasarkan keterampilan seperti ini
lebih memungkinkan berjalan jika serikat pekerja bersedia menukar jaminan
pekerjaan dan finansial dengan fleksibilitas penugasan kerja yang dituntut
pembayaran berdasarkan keterampilan.
3. Pesaing
Informasi-informasi
dari pesaing dalam memberikan kompensasi
kepada karyawannya perlu dikumpulkan, dan dibuat sebagai tolok ukur pembanding. Para
manajer harus dapat menerima informasi tepat waktu mengenai pesaing dan menghubungi bagian intelijen perusahaan
untuk mencari dan menemukan informasi kompetitif mengenai sistem pemberian
kompensasi yang dilakukan pesaing tersebut. Dalam pasar global dewasa ini, adalah hal yang sama penting bahwa
dengan orientasi persaingan, perusahaan tidak boleh terlalu membesar-besarkan penekanan
pada pesaing. Perusahaan harus mengelola keseimbangan yang baik antara
pemantauan karyawan dan pemantauan pesaing dalam urusan pemberian kompensasi
(Kotler, 1997:217).
Ronodipuro dan
Husnan (1995:141) menyatakan bahwa di samping masalah keadilan, maka dalam
pemberian kompensasi (pengupahan) kepada setiap tenaga kerja perlu diperhatikan
pula unsur kelayakan. Kelayakan bisa dibandingkan dengan pengupahan pada
perusahaan-perusahaan lain sebagai pesaing dalam pemberian kompensasi tersebut.
Atau bisa juga dengan menggunakan peraturan pemerintah tentang upah minimum
atau juga dengan menggunakan pokok minimum sebagai faktor pembanding yang lain.
Wexley & Yukl (1988:151) mengutip penelitian yang dilakukan oleh Hulin
(1966:208) yang menemukan bahwa :”Para pekerja
dalam masyarakat yang biaya hidupnya tinggi tidak akan sepuas dengan pekerja
yang mendapatkan gaji sama tetapi dalam masyarakat yang biaya hidupnya rendah”.
2.1.1.2 Lingkungan internal
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Selain banyak aspek lingkungan eksternal
mempengaruhi kompensasi moneter, juga terdapat banyak aspek lingkungan
internal. Terdapat empat aspek organisasi yang berpengaruh kuat terhadap
perusahaan (Schuller, 1997:90) antara lain seperti daur hidup organisasi (organization life cycle), budaya
organisasi (organization culture), keragaman
budaya (variety culture) dan strategi
organisasi (organization strategy).
1. Daur hidup organisasi
Pilihan bauran kompensasi yang spesifik
dibatasi oleh daur hidup organisasi,
di mana perusahaan-perusahaan tumbuh pesat selama beberapa tahap dan berjalan
lamban dalam beberapa tahap lain. Selama
fase permulaan, perusahaan tersebut menekankan pengembangan produk dan
pasar sehingga perusahaan menawarkan gaji pokok dan tunjangan di bawah pasar. Untuk mengimbangi hal-hal ini ditawarkan
insentif jangka pendek dan jangka panjang secara luas, yang dirancang untuk
merangsang inovasi dan imbalan terkait (Simamora, 1995:389). Selama tahap dewasa, pertumbuhan lebih lamban dan lebih teratur karena pasar
penuh dengan produk. sehingga organissai itu dapat memfokuskan diri pada
profitabilitas dan upaya mempertahankan
karyawan menjadi sangat penting di mana pembagian keuntungan, bonus tunai
dan hadiah berupa saham bisa diberikan untuk mempertahankan kontributor kunci,
bersama dengan gaji pokok dan tunjangan yang kompetitif. Selama tahap penurunan,
fokus sumber daya manusia beralih ke pengurangan karena pangsa pasar menurun.
Gaji pokok dan tunjangan sangat kompetitif sifatnya, dan mungkin merosot di
bawah tingkat pasar karena manajemen berusaha mengurangi pengeluaran.
2. Budaya organisasi
Pada mulanya
istilah budaya (culture) populer
dalam disiplin ilmu antropologi. Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta
“buddhayah:. Kata buddhayah merupakan bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal. Sedangkan kata culture berasal dari kata latin colere
yang memiliki makna “mengolah”,
“mengerjakan” dan hal-hal yang berhubungan dengan pengolahan tanah atau
bertani. Istilah culture berkembang hingga
memiliki makna sebagai “Segala daya dan
upaya manusia untuk mengubah alam”
(Koentjaraningrat,1993:9). >>>>>>>>>>>>>
@@ Definisi dari
Schein memandang budaya organisasi sebagai suatu
pola dari asumsi-asumsi mendasar
yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan disosialisasikan kepada anggota baru dalam organisasi.
Dari pengertian
budaya organisasi tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa pandangan-pandangan
tentang budaya organisasi umumnya menekankan pada pentingnya@@. nilai-nilai yang dianut bersama dan ikatan kepercayaan serta pengaruhnya terhadap perilaku anggota
organisasi. Hal tersebut pula yang membedakan satu organisasi dengan
organisasi lainnya.
Organisasi yang
satu berbeda dari yang lain dalam nilai-nilai, norma-norma dan harapan yang
membentuk budayanya. Sistem kompensasi mencerminkan nilai-nilai organisasi.
Misalnya, dalam organisasi yang hierarkis, muncul budaya tipe klan. Loyalitas
ditukar dengan komitmen jangka panjang organisasi pada individu. Alokasi
imbalan didasarkan pada evaluasi kualitatif dan subjektif penyelia terhadap
karyawan. Dalam budaya demikian, para anggotanya memiliki rasa kebanggaan yang
sama dalam “jalinan persaudaraan”.
3. Keragaman budaya
Keragaman budaya tenaga kerja dan
masalah-masalah operasi internasional yang tumbuh sekarang ini mulai
mempengaruhi desain sistem kompensasi. David Jamieson, direktur utama Jamieson
Consulting Group dan Julie O’Mara and Associates, meringkaskan persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan kompensasi pada tahun 1990-an: Nilai uang, tanggapan
terhadap pengakuan khalayak, keinginan menjadi profesional dan mendapatkan rasa
hormat dari rekan kerja serta kebutuhan akan tugas yang menantang, semuanya
bervariasi sesuai dengan gaya
hidup dan budaya. Pentingnya imbalan
ini bagi individu akan mempengaruhi motivasi, produktivitas dan kepuasan mereka.
Lebih beragamnya imbalan jasa diperlukan dalam era keragaman budaya. Namun
seringkali perusahaan tidak mampu mengenali pentingnya nilai-nilai budaya
sampai mereka memperluas kegiatannya melampaui batas-batas budaya.
4. Strategi organisasi
Sebuah studi
yang dilakukan oleh American Association baru-baru ini menunjukkan bahwa dua
pertiga dari seluruh perusahaan menerapkan perubahan sistem pengujiannya
berbuat demikian akibat perubahan-perubahan fundamental dalam cara mereka
memandang dan mendefinisikan pasar. Maksudnya, pemilihan bauran kompensasi yang
tepat sangat tergantung pada apa yang dibutuhkan perusahaan dari karyawannya,
guna menyesuaikan diri dengan inisiatif strateginya,
yaitu strategi pengembangan kewirausahaan, pertumbuhan yang dinamis, perolehan
keuntungan, likuidasi atau penutupan atau perubahan haluan.
2.1.1.3 Aktivitas sumber daya
manusia
Aktivitas sumber
daya manusia merupakan keseluruhan proses dalam kehidupan sebuah organisasi di
mana di dalamnya terdapat upaya-upaya pengelolaan sumber daya manusia yang
mencakup proses rekrutmen, evaluasi serta penempatan pada bidang-bidang yang
menjadi tujuan dan sasaran organisasi (Schuller, 1997).
1. Rekrutmen dan seleksi
Rekrutmen atau penarikan adalah proses
mendapatkan sejumlah calon pegawai yang kualified untuk jabatan/pekerjaan di
lingkungan unit kerja atau departemen suatu organisasi. Menurut Randall S.
Schuller (1997:228) disebutkan bahwa tujuan umum rekrutmen adalah menyediakan suatu pool calon pegawai yang
memenuhi syarat bagi organisasi agar konsisten dengan strategi, wawasan dan
tujuan organisasi. Rekrutmen juga bertujuan untuk menentukan kebutuhan sumber
daya manusia di masa sekarang dan masa datang berkaitan dengan kebijakan baru
maupun perencanaan sumber daya manusia, desain pekerjaan dan analisis jabatan
dari organisasi.
Seleksi adalah proses menetapkan keputusan dalam menerima atau
tidak menerima pegawai, setelah mempertimbangkan setiap pelamar (calon) untuk
suatu pekerjaan/jabatan (Nawawi, 2000:178). Proses seleksi dilakukan dengan
cara menetapkan karakteristik perilaku
pegawai yang efektif dalam melaksanakan pekerjaan setiap jabatan dan
mengukur kemampuan calon berdasarkan karakteristik tersebut. Karakteristik
pekerjaan,/jabatan biasanya ditetapkan berdasarkan Deskripsi dan Spesifikasi
Pekerjaan/Jabatan sebagai hasil Analisis Pekerjaan/ Jabatan.
2. Performance appraisal (penilaian kinerja)>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Faktor kritis
yang berkaitan dengan keberhasilan jangka panjang organisasi adalah kemampuannya untuk mengukur seberapa
baik karyawan-karyawannya berkarya dan menggunakan informasi tersebut guna
memastikan bahwa pelaksanaan memenuhi standar-standar sekarang meningkat
sepanjang waktu. Penilaian kinerja adalah alat yang berfaedah tidak hanya
untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi prestasi kerja karyawan.
Becker dan Gerhart (1996:779) mencatat
bahwa hal yang berdampak terhadap kinerja organisasi oleh manajemen SDM adalah
kecepatan perubahan lingkungan ekonomi, yang ditandai oleh globalisasi dan
deregulasi pasar, perubahan demand
dari konsumen dan investor, dan kompetisi yang selalu meningkat antara produk-pasar. Untuk bersaing perusahaan harus
memperbaiki kinerja perusahaan dengan cara menekan biaya, inovasi produk dan proses, memperbaiki kualitas, produktivitas, dan percepatan
masuk ke pasar. Banyak faktor yang digunakan dalam menentukan kinerja
organisasi.
Pengukuran
kinerja dimaksud adalah kinerja sumber daya manusia. Kinerja merupakan hasil
pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik/material maupun non
fisik/imaterial. Setiap pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagaimana
terdapat dalam deskripsi pekerjaan atau jabatan, perlu mendapatkan penilaian
setelah tenggang waktu tertentu. Penilaian
kinerja merupakan kegiatan sumber daya manusia yang berangkai dengan
kegiatan-kegiatan lain seperti analisis pekerjaan/jabatan, evaluasi rekrutmen
dan seleksi dan lain-lain.
Nawawi (2000:236) mengemukakan 4 pendapat
mengenai penilaian kinerja karyawan yaitu:
1)
Penilaian
kinerja adalah pendadaran (deskripsi) secara sistematik (teratur) tentang
relevansi antara tugas-tugas yang
diberikan dengan pelaksanaannya oleh seorang pekerja.
2)
Penilaian
kinerja adalah usaha mengidentifikasikan, mengukur (menilai) dan mengelola
(manajemen) pekerjaan yang dilaksanakan oleh para pekerja (sumber daya manusia)
di lingkungan perusahaan.
3)
Penilaian
kinerja adalah kegiatan mengidentifikasi pelaksanaan pekerjaan dengan
menilai aspek-aspeknya, yang difokuskan pada pekerjaan yang berpengaruh pada
kesuksesan perusahaan.
4)
Penilaian
kinerja adalah kegiatan pengukuran (measurement)
sebagai usaha menetapkan keputusan tentang sukses atau gagal dalam
melaksanakan pekerjaan oleh seorang pekerja. Untuk itu diperlukan perumusan
standar pekerjaan sebagai pembanding (tolok ukur). Bagi kariyawan apa ada paedahnya/sebagai
ancaman Penilaian Kinerja?
Penilaian kinerja memiliki arti penting
bagi karyawan, metode-metode penilaian yang digunakan dan cara hasil-hasilnya
dikomunikasikan dapat memiliki imbas-imbas positif maupun negatif terhadap
moral kerja karyawan pada saat penilaian-penilaian kinerja dipakai untuk tindakan disiplin, kenaikan-kenaikan gaji, promosi, pemecatan atau pemberhentian sementara,
penilaian kinerja akan dianggap menakutkan
oleh orang-orang yang menilai dirinya rendah, orang-orang yang kurang produktif
dan mereka yang merasa bahwa penilaian akan dilakukan secara serampangan atau tidak adil. Untuk karyawan yang memahami
proses penilaian kinerja, mereka akan menganggapnya sebagai suatu peluang
pengembangan daripada kejadian-kejadian pengkritikan, sehingga kebutuhan
aktualisasi dirinya kian terpenuhi. Di samping berdampak terhadap diri karyawan
sebagaimana disebut di muka, penilaian kinerja juga mempunyai dampak atas
organisasi. Selain dalam hal-hal seperti pengambilan keputusan perekrutan,
seleksi, orientasi, pelatihan yang mengindikasikan keberhasilan aktivitas
organisasi, hasil proses penilaian kinerja juga membantu dalam proses
pengambilan keputusan kompensasi dan pemberian umpan balik atas kinerja.
2.1.1.4 Kompensasi
Kompensasi bagi organisasi atau
perusahaan berarti penghargaan atau
ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam
mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang
disebut bekerja (Nawawi, 2000:133). Dari pengertian tersebut terlihat
adanya dua pihak yang memikul kewajiban dan tanggung jawab yang berbeda, tetapi
saling mempengaruhi dan saling menentukan. Pihak pertama, adalah para pekerja
yang memikul kewajiban dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan yang disebut
bekerja. Sedang pihak kedua adalah organisasi atau perusahaan yang memikul
kewajiban dan tanggung jawab memberikan penghargaan atau ganjaran atas
pelaksanaan pekerjaan oleh pihak pertama.
Nitisemito (1992:149) menyatakan bahwa
kompensasi adalah merupakan balas jasa
yang diberikan oleh perusahaan kepada para karyawannya, yang dapat dinilai
dengan uang dan mempunyai kecenderungan diberikan
secara tetap. Kompensasi sangat penting bagi karyawan karena merupakan
motivator utama seseorang menjadi karyawan dan besar pengaruhnya terhadap
semangat dan kegairahan kerja para karyawan.
Kompensasi menurut Schuller and Jackson
(1997:124), mempunyai beberapa tujuan utama:
1.
Menarik pelamar kerja yang potensial
2.
Mempertahankan karyawan yang baik
3.
Meraih keunggulan kompetitif
4.
Meningkatkan produktivitas
5.
Melakukan pembayaran sesuai aturan hukum
6.
Memudahkan sasaran strategis
7.
Mengokohkan dan menentukan struktur
Sasaran program kompensasi atau
kompensasi menurut Gibson et al., (1996:98) adalah :
1.
Menarik orang yang berkualifikasi untuk bergabung dalam
organisasi
2.
Mempertahankan karyawan untuk tetap bekerja
3.
Memotivasi karyawan mencapai prestasi yang tinggi
Apakah dengan Konpensasai yang
memadahi kariyawan akan termotivasi????
1.
Dasar Penyusunan Kompensasi
Banyak faktor
yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan kompensasi, antara lain: (1) Dapat memenuhi kebutuhan minimal, (2) Dapat mengikat, (3) Menimbulkan semangat dan kegairahan kerja,
(4) Adil, (5) Tidak boleh statis, (6) Kompensasi
dari kompensasi yang diberikan harus diperhatikan dan (7) Sesuai dengan kemampuan perusahaan (Nitisemito, 1988:149).
Sedangkan Nawawi (2000:187)
menyatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem kompensasi atau pengupahan terdiri dari:
1)
Tingkat
kecukupannya sebagai ganjaran dalam memenuhi kebutuhan dasar (minimum)
2)
Bersifat wajar
atau adil dilihat dari sudut pasar tenaga kerja (eksternal
organisasi/perusahaan)
3)
Bersifat wajar
atau adil dari sudut kemampuan organisasi (internal organisasi/perusahaan)
4)
Memperhatikan
perbedaan untuk setiap pekerja atau anggota organisasi berdasarkan
kebutuhan individual, yang terkait dengan perbedaan posisi atau jabatan, yang
berarti perbedaan tanggung jawab dalam keikutsertaan mewujudkan tujuan bisnis
organisasi atau perusahaan.
2. Jenis-jenis kompensasi
Kompensasi yang
berarti penghargaan atau kompensasi ternyata tidak sekedar berbentuk pemberian
upah atau gaji sebagai akibat dari pengangkatannya menjadi tenaga kerja suatu
organisasi atau perusahaan. Kompensasi menurut Nawawi (2000:124), dapat
dibedakan menurut jenis-jenisnya dalam tiga kategori antara lain kompensasi langsung, kompensasi tidak
langsung dan insentif, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)
Kompensasi
langsung
Adalah penghargaan yang
disebut gaji atau upah yang dibayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu
yang tetap. Upah juga diartikan sebagai harga untuk jasa-jasa yang telah
diberikan oleh seseorang kepada orang lain.
2)
Kompensasi tidak
langsung (indirect compensation)
Kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan atau manfaat lainnya bagi para pekerja di luar gaji atau upah tetap, dapat
berupa uang atau barang, misalnya tunjangan hari raya (THR).
3)
Insentif
Insentif adalah penghargaan
yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitas kerjanya
tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu. Oleh karena itu insentif sebagai bagian dari keuntungan,
terutama sekali diberikan pada pekerja yang bekerja dengan baik atau berprestasi.
Menurut pendapat Schuller dan Jackson (1997:89),
kompensasi terdiri dari kompensasi moneter dan kompensasi nonmoneter.
Kompensasi moneter melibatkan penilaian kontribusi karyawan guna membagikan
kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung secara wajar dan adil.
Sedangkan kompensasi nonmoneter adalah kompensasi yang mencakup karir dan
penghargaan sosial, sering sangat diperhatikan karyawan.
3. Proses kompensasi
Proses
kompensasi atau kompensasi oleh Gibson et al., (1996:301) digambarkan dalam suatu
model di bawah ini, yang menginterpretasikan kepuasan, motivasi, prestasi dan
kompensasi itu sendiri. Manajemen
mengevaluasi masing-masing prestasi baik formal maupun informal.
Tabel 2.1
Tipe dan Sumber Kompensasi Ekstrinsik yang Selektif
Tipe
|
Sumber
|
||
Manajer
|
Kelompok
|
Individual
|
|
Ekstrinsik
Keuangan
-Gaji dan upah
-Tunjangan
Hubungan
sosial
Promosi
|
D
D
D D |
D
|
|
Intrinsik
Penyelesaian
Pencapaian
Otonomi
Pertumbuhan
pribadi
|
I
I I I |
D
D D D |
Keterangan: D = Sumber kompensasi
langsung
I = Sumber kompensasi tidak langsung
Sumber : Gibson et al., (1996: 301)
Sebagai akibat evaluasi,
memberikan kompensasi ekstrinsik merupakan sesuatu yang harus dipenuhi oleh
perusahaan. Kompensasi akan dinilai oleh individu, individu juga menerima atau
memperoleh kompensasi intrinsik dari pekerjaannya. Besarnya kompensasi yang
sesuai dan sepatutnya, maka individu mencapai tingkat kepuasannya. Agar
pembayaran berdasarkan kinerja efektif, menurut Schuller dan Jackson (1997:251) dalam merancang sistem
kompensasi diperlukan tiga syarat, yakni: (1) Menentukan dan mengukur kinerja (2) Menentukan kompensasi (pengakuan atau uang, besarnya kompensasi,
bentuk pembayaran) (3) Mendapatkan
penerimaan karyawan.
Lawler (1977:196) menyatakan ada lima
faktor yang mempengaruhi kepuasan individu atas kompensasi yang diperolehnya,
yaitu:
1)
Kepuasan
kompensasi merupakan fungsi, baik berapa banyak diterima dan berapa besar
individu merasa sebaiknya menerima. Kesimpulan ini didasarkan pada perbandingan
yang dibuat manusia, kalau individu menerima kurang dari yang dirasakan.
2)
Perasaan
kepuasan seseorang dipengaruhi oleh perbandingan dengan apa yang diperoleh
orang lain. Orang cenderung
membandingkan usaha yang dilakukan keterampilan, senioritas, dan prestasi
dengan pihak lain. Di samping itu juga mencoba membandingkan kompensasi, yakni pembandingan
masukan sendiri dengan masukan relatif lainnya terhadap kompensasi yang
diterima.
3)
Kepuasan
dipengaruhi seberapa puas karyawan mendapatkan kompensasi intrinsik dan
ekstrinsik. Kompensasi intrinsik dinilai ke dalam dan oleh mereka sendiri,
kaitan mereka pada pelaksanaan pekerjaan. Contohnya perasaan telah
menyelesaikan dan pencapaian. Kompensasi ekstrinsik bersifat di luar pekerjaan
itu sendiri.
4)
Orang berbeda dalam kompensasi yang mereka inginkan dan dalam kompensasi
yang berbeda kepentingannya bagi mereka. Kenyataannya, kompensasi yang disukai
beragam dari berbagai sisi karir seseorang. Pada tingkat umur dan
berbagai situasi.
5)
Beberapa kompensasi ekstrinsik dipuaskan karena diarahkan
pada kompensasi lain. Contohnya, suatu kantor besar atau sebuah kantor yang
dihias dengan karpet serta hiasan lain mempertimbangkan kompensasi yang dapat
menunjukkan status dan kekuasaan seseorang. Uang adalah kompensasi yang
mendorong sesuatu yang bersifat prestise, otonomi, keamanan, dan perlindungan.
2.1.2 Teori Kualitas Kehidupan Kerja
Kualitas
kehidupan kerja (Quality of work life) sesungguhnya merupakan suatu
filsafat manajemen yang dalam dunia kerja mulai dikenal pada dekade tujuh
puluhan. Kualitas kehidupan kerja adalah
suatu teknik manajemen yang mencakup pengendalian
faktor-faktor internal perusahaan (Davis,1998), person-organisation fit (Kristoff, 1996), dan pengawasan pada faktor
eksternal serta desain kompensasi yang kompetitif yang merupakan suatu
pendekatan untuk bernegosiasi dengan serikat pekerja, upaya manajemen untuk
memelihara kebugaran mental para pegawai, hubungan industrial yang serasi,
manajemen yang partisipatif dan sebagai salah satu bentuk intervensi dalam
pengembangan organisasional (French, 1990 : 124).
Perkembangan
selanjutnya adalah bahwa kualitas kehidupan kerja merupakan satu bentuk
filsafat yang diterapkan oleh manajemen dalam mengelola organisasi pada umumnya
dan sumber daya manusia pada khususnya. Sebagai filsafat, kualitas kehidupan
kerja merupakan cara pandang manajemen tentang, pekerja dan organisasi.
Unsur-unsur pokok dalam filsafat tersebut ialah kepedulian manajemen tentang
dampak pekerjaan pada manusia, efektivitas organisasi serta pentingnya para
pegawai dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan terutama yang
menyangkut pekerjaan, karier, penghasilan dan nasib mereka dalam pekerjaan.
Sangat penting untuk diketahui bahwa kualitas kehidupan kerja tidak terbatas
pada isi sesuatu pekerjaan, akan tetapi memanusiakan lingkungan kerja dengan
mengakui dan menghargai harkat dan martabat sebagai manusia, sehingga manusia
akan lebih intensitasnya dalam melakukan pekerjaan (French, 1990 : 145). Konsep
kualitas kehidupan kerja sekarang telah luas digunakan mengacu pada “Suatu
filosofi manajemen yang meningkatkan martabat semua pekerja memperkenalkan
perubahan dalam suatu kultur organisasi dan meningkatkan kesejahteraan fisik
dan emosi pegawai” (Gibson, 1996 : 145).
Ada dua pandangan mengenai maksud dari kualitas
kehidupan kerja. Pertama, mengatakan bahwa kualitas kehidupan
kerja adalah sejumlah keadaan dan praktek dari tujuan organisasi. Kedua, mengatakan bahwa kualitas
kehidupan kerja adalah persepsi-persepsi pegawai di mana mereka ingin merasa
aman, secara relatif merasa puas, dan mendapat kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang sebagai layaknya manusia (Cascio, 1998:41).
Konsep kualitas kehidupan kerja lebih memusatkan
dirinya pada keseluruhan iklim yang terdiri dari dampak pekerjaan terhadap
manusia dan efektifitas organisasinya serta ide dalam manajemen partisipatif
dalam pemecahan masalah-masalah organisasi dan pengambilan keputusan. Dengan
demikian peran penting dari kualitas kehidupan kerja adalah mengubah iklim
kerja agar organisasi secara teknis dan manusiawi membawa kepada kualitas
kehidupan kerja yang lebih baik (Luthans, 1997:182).
Selanjutnya menurut Siagian (2000 : 64), Quality of Work Life (QWL) sebagai filsafat manajemen menekankan
bahwa :
1. Kualitas kehidupan
kerja merupakan program yang kompetitif dengan mempertimbangkan berbagai
kebutuhan dan tuntutan karyawan.
2. Kualitas kehidupan
kerja memperhitungkan tuntutan peraturan perundang-undangan seperti ketentuan
yang mengatur pencegahan tindakan diskriminatif, perlakuan pekerja dengan
cara-cara yang manusiawi, dan ketentuan tentang sistem kompensasi upah minimum.
3. Kualitas kehidupan kerja mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dengan berbagai perannya
memperjuangkan kepentingan para pekerja termasuk dalam hal upah dan gaji,
keselamatan kerja dan penyelesaian pertikaian perburuhan berdasarkan berbagai
ketentuan normatif dan berlaku di suatu wilayah negara tertentu.
4.
Kualitas
kehidupan kerja menekankan pentingnya manajemen yang manusiawi, yang pada
hakekatnya berarti penampilan gaya
manajemen yang demokratik termasuk penyeliaan yang simpatik.
5.
Dalam
peningkatan kualitas kehidupan kerja, perkayaan pekerjaan merupakan bagian
integral yang penting.
6.
Kualitas
kehidupan kerja mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab
sosial dari pihak manajemen dan perlakuan manajemen terhadap para karyawan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara etis.
Sebagaimana
diketahui dalam pengembangan sumber daya manusia, dimensi penciptaan kualitas sumber
daya manusia begitu sangat diperhatikan. Dalam upaya memberdayakan karyawan dan
pengembangan karyawan, pihak manajerial selalu melakukan tugas fungsinya
melalui kegiatan planning, organizing, directing dan controlling,
dengan tujuan agar bisa mencapai sasaran. Mengelola dengan menyediakan sarana
dan prasarana, di mana berusaha mewujudkan lingkungan kerja dan iklim kerja
yang kondusif yang bisa mendorong karyawan selalu berinovasi dan berkreasi,
termasuk membuat sistem yang fair dan struktur yang fleksibel dengan pembagian
tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas dan manusiawi, memperhatikan
kemampuan karyawan dan usahanya dalam mencapai tujuan karirnya. Untuk itu
dilakukan bentuk pengawasan kerja dengan disiplin tinggi namun tetap menjaga
aturan formal dan informal yang disepakati bersama di tempat kerja seperti yang
telah ditetapkan. Jadi sesungguhnya praktek manajemen dalam mengelola sumber daya
manusia telah menerapkan konsep QWL dengan baik, sehingga dengan demikian di
dalam manajemen sumber daya telah diarahkan pula upaya untuk mewujudkan kehidupan kerja yang berkualitas, dapat
mencapai kinerja yang unggul, produktivitas yang tinggi dan bisa mencapai
kepuasan diri dan lingkungan kerja.
Di sisi lain
tercapainya sasaran yang dikehendaki dalam konsep dan teknik yang digunakan
dalam pengembangan operasional dirasa perlu. Karena sasaran pengembangan
operasional sesungguhnya ingin mencapai tingkat efektivitas, kinerja yang baik
dari segi internal dan eksternalnya. Oleh karena itu sesunguhnya antara bidang
disiplin sumber daya manusia dan pengembangan organisasional dalam organisasi
selalu akan mengarah pada tujuan yang sama yaitu dengan menerapkan konsep QWL
dalam kondisi dan kapasitasnya masing-masing, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kinerja yang unggul baik saat ini maupun di masa depan, terutama
dalam menghadapi perubahan masa yang akan datang atau era globalisasi.
Meningkatkan kinerja merupakan perhatian utama
dari para manajer. Banyak organisasi memotivasi prestasi kerja yang efektif
dengan mencoba memberi kompensasi secara langsung terhadap perilaku dan
kinerja. Oleh karena itu kompensasi yang diberikan harus mencerminkan keadilan
namun tetap layak, adil dan memadai. Sistem kompensasi mempengaruhi berbagai
tingkah laku, di mana besaran kompensasi banyak ditentukan oleh faktor-faktor
internal seperti halnya kebijakan pengelolaan sumber daya manusia dan juga faktor
eksternal seperti pesaing, pasar tenaga kerja dan sebagainya.
2.1.3 Teori Orientasi Person-Organization Fit
Person-organization
fit adalah judul yang
menarik perhatian baik untuk kalangan mahasiswa maupun manager di perusahaan
pada beberapa tahun terakhir ini. Pada intinya penelitian tentang person-organization
fit memperhatikan keadaan masa lalu dan konsekuensi-konsekuensi terhadap kesesuaian antara person dengan organisasi di tempat karyawan
bekerja. Sebagaimana sebuah organisasi yang dihadapkan pada penciutan,
peningkatan kualitas, dan perubahan atau pengalihan struktur pekerjaan, telah
diketahui secara luas bahwa hanya organisasi yang mampu mempekerjakan karyawan
yang dapat mengikuti perubahan dalam organisasilah yang akan mendapatkan
keunggulan (Bowen, 1996 : 35). Mencapai
tingkat kesesuaian yang tinggi antara person dengan organisasi melalui
perekrutan dan sosialisasi seringkali dianggap sebagai kunci mendapatkan
pekerja yang berkomitmen pada organisasi dan fleksibel. Walaupun banyak
terdapat literatur tentang person-organization
fit, namun sangat sedikit terdapat usaha untuk mengintegrasikan usaha
konseptualisasi, operasionalisasi dan pengukurannya. Untuk itu Kristof
(1996:17) mencoba manggali permasalahan tersebut untuk kepentingan penelitian
dimasa yang akan datang tentang person-organization fit.
Kristof (1996 : 17) dari College Of Business Management, University
Of Maryland mengatakan bahwa pada intinya, kesesuaian orang dengan organisasi
(person-organization fit) menekankan
pada usaha-usaha dan dampak-dampak antara kesesuaian orang dengan organisasi
tempat di mana mereka bekerja. Orang dipandang harus mampu dinamis dalam dunia
organisasi yang senantiasa berubah-ubah.
Definisi person-organization fit banyak
membingungkan karena terdapat berbagai konseptualisasi, serta pembedaannya
dengan bentuk-bentuk person-environment
fit yang lain. Karena inilah
sering terjadi misinterpretasi dan operasionalisasi yang saling silang (1992 :
443).
Kebanyakan periset secara lugas mendifinisikan person-organization fit sebagai kesesuaian
individu dengan organisasi, namun sebenarnya ada dua perbedaan yang dapat
dipakai untuk mengklarifikasi bermacam-macam konseptualisasi. Pembedaan pertama adalah antara supplementery
fit dan complementer fit. Fit Supplementer terjadi saat
seseorang memiliki sifat-sifat yang mirip dengan individu-individu yang lain dalam suatu lingkungan organisasi.
Kerancuan ini dapat diperbedakan dengan fit komplementer, yang terjadi jika
sifat seseorang melengkapi lingkungan, atau menambah apa yang tidak ada di
lingkungan tersebut sebelumnya.
Perspektif person–organization
fit kedua berasal dari perbedaan
teori kebutuhan-persediaan dan permintaan-kemampuan. Dari perspektif kebutuhan-persediaan
person–organization fit terjadi saat organisasi memuaskan kebutuhan,
hasrat dan harapan sesorang. Sebaliknya, perspektif tuntutan-kemampuan bahwa fit terjadi saat seorang individu memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk
memenuhi tuntuan organisasi
Organisasi dan
individu dapat dihubungkan dengan konsep suplai dan demand (persediaan-permintaan) yang terdapat dalam perjanjian
pekerjaan. Demand dan supply ini dipengaruhi oleh
karakteristik-karakteristik dasar dari kedua pihak. Seperti tergambar dalam
bentuk garis putus-putus. Organisasi memberikan sumber-sumber psikologis fisik,
dan finansial maupun kesempatan-kesempatan pertumbuhan, interpersonal dan
hubungan tugas yang dituntut pegawai. Ketika suplai organisasi sesuai dengan
tuntutan pegawai, needs suplies
(kebutuhan-persediaan) tercapai (panah “b”). Sama halnya, organisasi menuntut
kontribusi dari pegawai mereka dalam bentuk waktu, usaha, komitmen,
pengetahuan, keahlian, dan kemampuan. Fit
tuntutan kemampuan (demands abilities)
terjadi ketika apa yang disediakan pegawai sesuai dengan tuntutan organisasi
(panah “c”). kedua hubungan demand
suplai ini dapat dijabarkan dengan memperluas definisi fit komplementer yang diajukan Muchinsky dan Munahan.
Berdasarkan
penjabaran-penjabaran hubungan yang ada Person
– Organisation fit didefinisikan
sebagai kesesuaian antara orang dan organisasi yang terjadi ketika : (a) paling tidak satu pihak menyediakan
kebutuhan pihak lain atau (b) kedua
pihak memiliki karakteristik
fundamental yang sama, atau (c) gabungan definisi a & b. Definisi ini
mengakui beragam konseptualisasi dari Person-Organisation
Fit dan memungkinkan perspektif suplementer dan komplementer untuk
dipertimbangkan secara seimbang.
2.1.3.1 Iklim organisasi
Di dalam
pembahasan ini iklim organisasi didefinisikan sebagai karakteristik organisasi
yang secara relatif berubah yang membedakannya dengan organisasi lain; (a) dan
membentuk persepsi kolektif pada anggota organisasi tentang organisasi mereka
dengan penghargaan pada aspek-aspek seperti otonomi, kepercayaan, dukungan,
pengakuan, inovasi, dan keadilan (b) dihasilkan oleh sekelompok interaksi antar
anggota (c) melakukan serangkaian fungsi dasar penafsiran situasi organisasi
(d) mencerminkan norma-norma kelompok, nilai-nilai dan perilaku dari sebuah
budaya organisasi dan (e) berlaku sebagai sumber pengaruh dalam pembentukan
perilaku (Cameron, 1998 : 134).
Lingkungan
organisasi lebih banyak terlibat dalam konteks kemampuannya untuk menjelaskan
perilaku individu didalam sebuah lokasi kerja. Ashforth memberikan pandangan
bahwa iklim organisasi memiliki kemampuan untuk memfasilitasi ilmu perilaku
organisasi secara integratif dan Ashfort menjelaskan pengertian iklim
organisasi sebagai sebuah suasana yang diterima oleh para pekerja yang
diciptakan oleh organisasi mereka dengan jalan pelatihan, prosedur dan
penghargaan dan karyawan mengamati apa yang terjadi dengan mereka dan kemudian
menyimpulkan tentang prioritas organisasi yang pada akhirnya akan membentuk
prioritas para karyawannya.
James dan Jones mengembangkan
item-item untuk penyusunan kuesioner setelah melalui serangkaian pengamatan teoretis.
Berdasarkan pengamatan teoretis mereka berhasil mengidentifikasikan 35 konsep
yang berhubungan dengan iklim organisasi. Sebelas konsep berhubungan dengan karakteristik
pekerjaan, delapan item berkaitan dengan karakteristik kepemimpinan, empat item
berkaitan dengan karakteristik kelompok dan 12 item mencerminkan tingkatan
organisasi. Sebagian besar dari ukuran-ukuran tersebut telah terbukti konsisten
dan secara psikologis mampu mengukur lingkungan kerja.
Definisi dan
posisi teoretis pada iklim telah mengalami perkembangan yang bervariasi
diantara para ahli. Hal ini juga telah menjadi pokok kajian dari iklim
organisasi dan cara pengukurannya. Denison
menyatakan bahwa pengembangan sekelompok dimensi-dimensi universal telah
menjadi isu sentral dari para peneliti iklim organisasi sehingga dengan
demikian dapat dilakukan pembandingan dalam berbagai bentuk organisasi. Ia
membandingkan pendekatan ini dengan penelitian yang menggunakan pendekatan post-modernisme yang mengamati dari sisi
kualitas individu dan sosial yang mana setiap budaya diamati terlihat memiliki
ciri khusus dan tidak diharapkan untuk digeneralisasi.
Kondisi tersebut
memungkinkan bahwa ketergantungan penggunaan penelitian iklim organisasi
sebagai dasar pengamatan mendorong ke arah pencarian kesamaan atau generalisasi
iklim-iklim di antara berbagai organisasi. Jones dan James menyatakan bahwa
salah satu asumsi literatur-literatur iklim adalah bahwa ia memiliki
dimensi-dimensi yang terbatas yang merupakan ciri dari keseluruhan organisasi.
Jones dan James secara rinci mendapatkan
ukuran-ukuran dari iklim organisasi yang terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut :
1.
Conflict and
ambiguity; yang mencerminkan penerimaan konflik di dalam organisasi dalam
pencapaian tujuan dengan struktur organisasi dan peran, kekurangan kerjasama
antar bagian dan lemahnya komunikasi dari pihak manajemen.
2.
Job challlenge,
importance and variety, yang mencerminkan penerimaan pekerjaan sebagai
tantangan, arti pentingnya bagi organisasi yang melibatkan serangkaian tugas
termasuk didalamnya berhubungan dengan pihak-pihak lain. Pekerjaan bagi
karyawan dilihat sebagai sesuatu yang menyediakan otonomi bekerja, umpan balik
dan permintaan standar tinggi dari kualitas dan kinerja
3.
Workgroup
cooperation, friedliness and warmth yang secara umum menggambarkan hubungan
diantara anggota kelompok dan harga diri mereka di dalam kelompok.
4.
Professional dan
organisational esprit yang mencerminkan penerimaan pihak luar terhadap
potensi pertumbuhan karir yang ditawarkan oleh pekerjaan dan organisasi. Juga
termasuk didalamnya adalah persepsi dari sebuah lingkungan yang terbuka untuk
mengekspresikan perasaan seseorang, pikiran dan kepercayaan dalam melakukan
kepemimpinan dan secara konsisten teraplikasikan dalam kebijakan organisasi
yang digabungkan dengan peranan kelompok serta mengurangi tekanan pekerjaan.
5.
Job standart,
yang mencerminkan derajat di mana sebuah pekerjaan dilihat sebagai pemenuhan
standar yang ketat dengan batasan kualitas dan keakuratan yang digabungkan
dengan keterbatasan waktu, tenaga kerja, pelatihan dan sumber daya untuk
menyelesaikan tugas.
6.
Regulation,
organization, and pressure, mencerminkan peraturan-peraturan yang
ditetapkan oleh organisasi dalam rangka menjalankan kebijakan organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Peranan iklim
organisasi adalah sangat penting bagi proses perbaikan organisasi yang
membutuhkan implementasi perubahan besar atau inovasi. Antara iklim organisasi
dan budaya seringkali dipergunakan sebagai istilah yang bergantian namun
demikian menurut Trice and Beyer terdapat perbedaan yang cukup mendasar bahwa
kebudayaan memiliki indikator-indikator yang unik seperti mitos, simbol,
upacara dan kisah. Sedangkan iklim cenderung untuk menghadirkan lingkungan
sosial didalam situasi yang relatif tetap yang diukur melalui sekelompok
dimensi secara temporal dan berada dalam batasan kontrol.
Iklim organisasi adalah
lingkungan manusia di dalam mana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan
mereka. Pengertian ini dapat mengacu lingkungan suatu departemen unit
perusahaan yang penting seperti pabrik cabang, atau suatu organisasi secara
keseluruhan. Seperti udara dalam ruangan, ia mengitari dan mempengaruhi segala
hal yang terjadi dalam suatu organisasi. pada gilirannya, iklim dipengaruhi
oleh hampir oleh semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi, iklim adalah
konsep sistem yang dinamis. Lebih lanjut Cameron menekankan bahwa kualitas
penerimaan seorang individu karyawan terhadap iklim sebuah organisasi sangat
menentukan desain kompensasinya, di mana seorang karyawan yang memiliki daya
penerimaan yang lebih kuat terhadap bentuk-bentuk perubahan kebijakan atau
tekanan biasanya karyawan tersebut dalam proses penentuan kompensasinya
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu karyawan yang memiliki
daya penerimaan yang rendah.
Terdapat empat
aspek kegiatan sumber daya manusia yang berpengaruh kuat terhadap person-organization fit di dalam sebuah perusahaan,
yaitu analisis jabatan, rekrutmen dan seleksi, pengukuran kinerja dan hubungan
serikat pekerja-manajemen (Schuller, 1997:90).
2.1.4.
Teori Kinerja
Berdasarkan konseptual
yang dikemukakan oleh Sculler bahwa outcomes
yang dihasilkan oleh proses dan interaksi sebuah badan usaha terdiri dari dimensi
organisasional yang mencakup fleksibilitas, produktifitas dan keunggulan
kompetitif dan dimensi individual yang mencakup dimensi lingkungan kerja dan
lingkungan non kerja. Menurut Robbins (2000) lingkungan non kerja mencakup
proses-proses interaksional dan upaya-upaya pencapaian tujuan individual di
mana output dari proses tersebut adalah kinerja. Untuk itu peneliti membatasi
diri pada analisis kinerja di mana hal itu dengan pertimbangan penilaian kinerja
secara individual menjadi dasar utama bagi proses pengembangan sumber daya
manusia.
Dalam pengertian
bebas, kinerja (performance) dapat diartikan sebagai suatu pencapaian hasil kerja sesuai dengan aturan
dan standar yang berlaku pada masing-masing
organisasi kerja. Simamora (1995:327) mengatakan bahwa kinerja merupakan
suatu pencapaian persyaratan-persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya
secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik jumlah
maupun kualitasnya. Output yang dihasilkan sebagaimana yang dikatakan
Simamora di atas dapat berupa fisik maupun nonfisik. Hal ini ditegaskan oleh
Nawawi (2000 : 234) yang menyebut kinerja dengan istilah karya, yaitu suatu
hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/material maupun non
fisik/non material.
Kinerja juga
didefinisikan sebagai suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam bidang
pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan
tertentu dan dievaluasi oleh orang-orang tertentu. Menurut Flippo (1985), bahwa
seseorang agar mencapai kinerja yang tinggi tergantung pada kerja sama,
kepribadian, kepandaian, pengetahuan pekerjaan, kehadiran, kesetiaan,
ketangguhan dan inisiatif. Dikatakan oleh Robbins (2000) bahwa pada hakekatnya
penilaian terhadap individu merupakan hasil kerja yang diharapkan berupa suatu
kinerja yang optimal.
Pada
organisasi/unit kerja di mana output-nya dapat teridentifikasi secara
individual dalam bentuk kuantitas seperti pabrik rokok, indikator kinerja
pekerjanya dapat diukur dengan mudah, yaitu dari besarnya output yang
dicapainya dalam kurun waktu tertentu. Namun pada unit kerja kelompok atau tim,
kinerja tersebut agak sulit teridentifikasi secara kuantitas secara individual.
Dalam hubungan ini (Simamora, 1995 : 327) kinerjanya antara lain dapat dilihat
dari indikator-indikator berikut : kepatuhannya terhadap segala aturan yang
telah ditetapkan dalam perusahaan, dapat melaksanakan tugasnya tanpa kesalahan
(dengan tingkat kesalahan paling rendah), dan ketepatan dalam menjalankan tugasnya.
Gomes (1995:142) mengemukakan tipe kriteria kinerja yang didasarkan
atas deskripsi perilaku yang spesifik, yaitu :
1.
Quantity of work
; yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan;
2.
Quality of work ;
yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
kesiapannya;
3.
Creativeness ;
yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul;
4. Cooperation ; yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan
orang lain (sesama anggota organisasi);
5. Dependability
; yaitu kesadaran dan
dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja;
6. Initiative ; semangat untuk melaksanakan tugas-tugas
baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya;
7.
Personal
qualities ; menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan
integritas pribadi.
Menurut Robbins (2000:233), dikatakan bahwa “employee performance is a function of the
interaction of ability and motivation” yang maksudnya adalah kinerja
karyawan merupakan interaksi antara kemampuan dan motivasi, dimana jika situasi
tersebut digabungkan dengan kemampuan karyawan, maka akan mempengaruhi kinerja
karyawan. Selanjutnya Robbins menunjukkan dengan hal tersebut dalam suatu
fungsi “Performance Ability x Motivation”
yang diartikan bahwa kinerja merupakan hasil interaksi antara kemampuan dan
motivasi.
Untuk mengetahui kinerja karyawan, maka diadakan penilaian
terhadap kinerja itu sendiri. Dari penilaian itu dapat diketahui apakah kinerja
yang dihasilkan oleh karyawan telah memenuhi standar atau tidak. Dengan
melakukan penilaian kinerja karyawan, pihak perusahaan dapat memperoleh
informasi tentang kinerja karyawan yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk
memperbaiki kinerja karyawan untuk lebih memotivasi karyawan agar mau
mengembangkan diri serta sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan.
Dapat diartikan bahwa kinerja seorang karyawan dapat dilihat
dalam beberapa hal, pertama adalah tugas individu, menilai hasil tugas karyawan
dapat dilakukan pada suatu perusahaan yang sudah menetapkan standar kinerja
sesuai dengan jenis pekerjaan, yang dinilai berdasarkan periode waktu tertentu,
seperti laporan harian, memenuhi tuntutan waktu, hasil kerja. Bila karyawan
dapat mencapai standar yang ditentukan berarti hasil tugasnya baik. Kedua,
adalah perilaku, perusahaan tentunya terdiri dari banyak karyawan baik bawahan
maupun atasan, yang mempunyai perilaku sendiri-sendiri seperti cekatan atau
tanggap, hadir tepat waktu dan rajin. Di mana setiap individu saling terlibat
dan berkomunikasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Jika komunikasi
terhambat, maka karyawan tidak mencapai standar kinerja, yang akibatnya tujuan
yang diharapkan tidak tercapai. Jadi seorang karyawan dituntut untuk memiliki
perilaku yang baik dan benar sesuai dengan yang diharapkan. Ketiga, adalah ciri
atau sifat, yang dimiliki karyawan umumnya berlangsung lama dan tetap sepanjang
waktu seperti sopan santun, ramah, penampilan yang rapi dan lain sebagainya.
Tetapi dengan adanya perubahan-perubahan dan campur tangan dari pihak luar
seperti adanya pelatihan, maka akan mempengaruhi perubahan kinerja pula.
Terdapat tiga syarat dalam meningkatkan
kinerja karyawan, yaitu: keterkaitan (relevance),
keterpercayaan (reliability), dan
bebas dari kontaminasi (freedom from
contamination). Syarat ketiga, bebas dari kontaminasi, menjelaskan bahwa
penilaian kinerja tidak boleh dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak dapat
dikendalikan oleh karyawan seperti kondisi perekonomian, kelangkaan bahan baku, atau minimnya peralatan
kerja. The Price Waterhouse Change
Integration Team (1995:175), suatu tim dari konsultan manajemen terkemuka,
mengemukakan empat syarat untuk kriteria penilaian kinerja. Dua di antaranya
dalah keterkaitan (relevance) dan
keterpercayaan (reliability).
Sedangkan yang lain adalah kejelasan penanaman sistem (clarity of naming system) yang menanyakan apakah tujuan penilaian
dapat diketahui secara langsung hanya dengan membaca judulnya dan ketersediaan
data (availiability of data) yang
menyinggung masalah kecukupan data untuk melaksanakan proses penilaian. Selain
keempat syarat tersebut, The Price
Waterhouse Change Integration Team (1995:176) juga mengemukakan lima prinsip mendasar yang
harus ditaati dalam menyeleksi sistem
penilaian kinerja. Kelima prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Mengevaluasi kembali sistem lama (reevaluate existing measures). Mengevaluasi kembali sistem
penelitian yang sudah ada dan menjadikannya bahan pembanding.
2.
Mengukur proses-proses bisnis yang penting (measure important business processed, not
just result). Sistem penilaian perlu untuk menilai sejauh mana bisnis telah
dijalankan agar dapat melihat secara menyeluruh dan memperoleh petunjuk tentang
hal-hal yang harus diperhatikan atau diperbaiki.
3.
Pengukuran harus dapat mendorong terciptanya tim kerja
yang berorientasi pada tujuan (measures
should foster goal-driven teamwork). Sistem penilaian yang baik akan
mendorong terciptanya tim kerja yang berorientasi pada pencapaian tujuan
(tujuan penilaian), dikarenakan masalah penilaian terlalu kompleks jika harus
ditangani oleh satu orang saja.
4.
Pengukuran harus merupakan satu paket yang terpadu (measures should be an integrated set,
balances in their application). Sistem penilaian harus dirancang sedemikian
rupa agar menjadi bagian yang terintegrasi dari strategi perusahaan.
5.
Pengukuran sedapat mungkin harus memiliki fokus
eksternal (measures should have an
external focus whenever possible). Fokus eksternal dimaksudkan sebagai
faktor-faktor pembanding bagi kinerja karyawan perusahaan.
Penilaian
kinerja karyawan sebagaimana dimaksud pada tujuan penelitian ini akan diukur
berdasarkan tingkat produktivitas kerja karyawan. Ukuran kinerja dengan
mendasari pada tingkat produktivitas kerja karyawan seperti diungkapkan Becker
and Gerhart di atas adalah yang paling mungkin untuk dilakukan oleh peneliti,
mengingat keterbatasan yang dimiliki untuk memperoleh data dari setiap
perusahan tekstil.
Becker and
Gerhart (1996:779) mencatat bahwa hal yang berdampak terhadap kinerja
organisasi oleh manajemen SDM adalah kecepatan perubahan lingkungan ekonomi,
yang ditandai oleh globalisasi dan deregulasi pasar, perubahan demand dari konsumen dan investor, dan
kompetisi yang selalu meningkat antara produk-pasar. Untuk bersaing perusahaan
harus memperbaiki kinerja perusahaan dengan cara menekan biaya, inovasi produk
dan proses, memperbaiki kualitas, produktivitas, dan percepatan masuk ke pasar.
Banyak faktor yang digunakan dalam menentukan kinerja organisasi.
Pengukuran
kinerja dimaksud adalah kinerja sumber daya manusia. Kinerja merupakan hasil
pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik/material maupun non
fisik/imaterial. Setiap pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagaimana
terdapat dalam deskripsi pekerjaan atau jabatan, perlu mendapatkan penilaian
setelah tenggang waktu tertentu. Penilaian kinerja merupakan kegiatan sumber
daya manusia yang berangkai dengan kegiatan-kegiatan lain seperti analisis
pekerjaan/jabatan, evaluasi rekrutmen dan seleksi dan lain-lain.
Nawawi (2000:236) mengemukakan 4 pendapatnya mengenai penilaian kinerja
karyawan yaitu:
1.
Penilaian kinerja adalah pendadaran (deskripsi) secara
sistematik (teratur) tentang relevansi antara tugas-tugas yang diberikan dengan
pelaksanaannya oleh seorang pekerja.
2.
Penilaian kinerja adalah usaha mengidentifikasikan,
mengukur(menilai) dan mengelola (manajemen) pekerjaan yang dilaksanakan oleh
para pekerja (sumber daya manusia ) di lingkungan perusahaan.
3.
Penilaian kinerja adalah kegiatan mengidentifikasi
pelaksanaan pekerjaan dengan menilai aspek-aspeknya, yang difokuskan pada
pekerjaan yang berpengaruh pada kesuksesan perusahaan.
4.
Penilaian kinerja adalah kegiatan pengukuran (measurement)sebagai usaha menetapkan
keputusan tentang sukses atau gagal dalam melaksanakan pekerjaan oleh seorang
pekerja. Untuk itu diperlukan perumusan standar pekerjaan sebagai pembanding
(tolok ukur).
Penilaian kinerja memiliki arti penting
bagi karyawan, metode-metode penilaian yang digunakan dan cara hasil-hasilnya
dikomunikasikan dapat memiliki imbas-imbas positif maupun negatif terhadap
moral kerja karyawan pada saat penilaian-penilaian kinerja dipakai untuk
tindakan disiplin, kenaikan-kenaikan gaji, promosi, pemecatan atau
pemberhentian sementara, penilaian kinerja akan dianggap menakutkan oleh orang-orang yang menilai dirinya rendah,
orang-orang yang kurang produktif dan mereka yang merasa bahwa penilaian akan
dilakukan secara serampangan atau tidak adil. Untuk karyawan yang memahami
proses penilaian kinerja, mereka akan menganggapnya sebagai suatu peluang
pengembangan daripada kejadian-kejadian pengkritikan, sehingga kebutuhan
aktualisasi dirinya kian terpenuhi. Di samping berdampak terhadap diri karyawan
sebagaimana disebut di muka, penilaian kinerja juga mempunyai dampak atas
organisasi. Selain dalam hal-hal seperti pengambilan keputusan perekrutan,
seleksi, orientasi, pelatihan yang mengindikasikan keberhasilan aktivitas
organisasi, hasil proses penilaian kinerja juga membantu dalam proses
pengambilan keputusan kompensasi dan pemberian umpan balik atas kinerja.
Keputusan-keputusan
yang paling sering bertumpu pada tujuan evaluatif adalah keputusan pemberian
kompensasi yang mencakup kenaikan merit
pay, bonus karyawan dan kenaikan-kenaikan gaji lainnya. Salah satu tujuan
utama dari penilaian kunerja adalah memberi perhatian penuh kepada karyawan
khususnya dalam hal pemberian kompensasi, itulah sebabnya ada istilah merit evaluation (evaluasi prestasi)
atau merit review (tinjauan
prestasi), yang dapat dijumpai dalam organisasi-organisasi yang menggunakan
penilaian kinerja untuk menentukan kenaikan gaji. Hubungan antara penilaian
kinerja dan pemberian kompensasi (gaji) adalah ekuasi (persamaan), jika tujuan
organisasi dalam melakukan penilaian kinerja adalah mendapatkan informasi yang
akan melandasi keputusan-keputusan gaji.
Menurut Robbins (2000:650) ada 3 kriteria untuk mengetahui
kinerja seseorang, yaitu:
1. Individual
task outcomes, if ends count, rather than means, then management should
evaluate an employee’s task outcomes. Using task outcomes, aplant manager could
be judged on criteria such as quality produced and cost per unit of production
2. Behaviors,
it is difficult to identify specific outcomes that can be directly attribute to
an employee’s action. This is particulary true of personnel in staff position
and individuals whose assignments are instrinsicially part of a group effort.
3.
Traits, the weakesy set of criteris, yet one still
widely used bay organization, is individual traits. They are weaker than either
task outcomes or behaviors because they are farthest removed from the actual
performance of the job itself
2.1.4.1 Tujuan penilaian kinerja
Salah satu fungsi operasional manajemen sumber daya manusia adalah
pengembangan (development). Fungsi pengembangan ini akan lebih efektif
dan efisien dalam arti akan dicapai hasil yang maksimal, jika sebelumnya telah
diperoleh informasi yang jelas mengenai prestasi atau kinerja karyawan atau
sumber daya manusia yang akan dikembangkan dalam tenggang waktu tertentu. Dalam hubungan ini, fungsi penilaian
prestasi dirasakan sangat penting keberadaannya.
Nawawi (2000 : 248) mengatakan bahwa penilaian prestasi (kinerja) mempunyai
tujuan yang berdimensi luas, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus sebagaimana
yang diuraikan berikut :
1. Tujuan Umum :
1)
Penilaian karya/prestasi bertujuan untuk memperbaiki
pekerjaan para pekerja, dengan memberikan bantuan agar setiap pekerja
mewujudkan dan mempergunakan potensi yang dimilikinya secara maksimal dalam
melaksanakan misi organisasi/perusahaan melalui pelaksanaan pekerjaan
masing-masing.
2)
Penilaian karya/prestasi bertujuan untuk menghimpun dan
mempersiapkan informasi bagi pekerja dan para manajer dalam membuat keputusan
yang dapat dilaksanakan, sesuai dengan bisnis organisasi/perusahaan di tempat
mereka bekerja.
3)
Penilaian karya/prestasi secara umum bertujuan untuk
menyusun inventarisasi SDM di lingkungan organisasi/perusahaan, yang dapat
digunakan dalam mendesain hubungan antara atasan dan bawahan, guna mewujudkan
saling pengertian dan penghargaan dalam rangka mengembangkan keseimbangan
antara keinginan pekerja secara individual dengan sasaran
organisasi/perusahaan. Dari hasilnya dapat pula diketahui tentang kepuasan
kerja atau sebaliknya, di samping dapat dipergunakan untuk menyusun program
pengembangan pribadi, pengembangan karier, program pelatihan dan lain-lain bagi
setiap pekerja.
4) Penilaian
karya/prestasi bertujuan untuk meningkatkan motivasi kerja, yang berpengaruh
pada prestasi para pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Untuk itu hasil
penilaian perlu diketahui oleh para pekerja. Dari satu sisi pengetahuan tentang
keberhasilannya, akan menjadi motivasi untuk mempertahankannya di masa depan.
Sebaliknya informasi kegagalan dapat digunakan oleh organisasi/perusahaan dalam
usaha mendorong pekerja memperbaiki kekurangan atau kelemahannya, agar di masa
depan kinerjanya lebih meningkat. Dengan
kata lain penilaian karya bertujuan untuk meningkatkan kinerja SDM.
2. Tujuan Khusus
1)
Penilaian karya/prestasi bertujuan untuk mendapatkan
informasi yang dapat digunakan untuk : dasar melakukan promosi, menghentikan
pelaksanaan pekerjaan yang keliru atau tindakan memperbaiki (melakukan
konseling), menegakkan disiplin sebagai kepentingan bersama, menetapkan
pemberian penghargaan/balas jasa, dan merupakan ukuran dalam mengurangi atau
menambah pekerja melalui perencanaan SDM.
2)
Penilaian karya/prestasi bertujuan untuk menghasilkan
informasi yang dapat dipergunakan sebagai kriteria dalam membuat tes yang
validitasnya tinggi. Dengan kata lain informasi penilaian karya dapat digunakan
untuk keperluan rekruitment dan seleksi, karena dengan tes yang valid akan
diperoleh hasil berupa skor (nilai) yang dapat digunakan untuk memprediksi
kemampuan calon pekerja dalam mengisi kekosongan, sehingga dapat diperoleh
calon pekerja yang berkualitas.
3)
Penilaian karya/prestasi menghasilkan informasi sebagai
umpan balik (feed back) bagi pekerja dalam meningkatkan efisiensi
kerjanya, dengan memperbaiki kekurangan atau kekeliruannya dalam melaksanakan
pekerjaan. Di samping itu pekerja yang berstatus bawahan, dapat pula
mempergunakan informasi hasil penilaian karya untuk pengembangan diri
masing-masing secara individual.
4)
Penilaian karya/prestasi bertujuan untuk menghasilkan
informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pekerja dalam
meningkatkan kinerjanya, baik yang berkenaan dengan pengetahuan dan
ketrampilan/keahlian dalam bekerja., maupun yang menyentuh sikap terhadap
pekerjaannya. Dengan demikian informasi penilaian karya dapat digunakan untuk
menetapkan tujuan dan materi di dalam kurikulum pelatihan tenaga kerja.
5)
Penilaian karya/prestasi bertujuan untuk memberikan
informasi tentang spesifikasi jabatan, baik menurut pembidangannya maupun
penjenjangannya dalam struktur organisasi/perusahaan. Spesifikasi ini dapat
membantu dalam memecahkan masalah0masalah dalam organisasi/perusahaan.
6)
Penilaian karya/prestasi bertujuan untuk meningkatkan
komunikasi sebagai usaha mewujudkan hubungan manusiawi yang harmonis antara dan
bawahan. Terutama kalau penilaian tersebut dilakukan dengan metode interview.
2.1.4.2 Data hasil penilaian kinerja
Nawawi (2000 :
267) mengemukakan ada tiga kelompok jenis data yang dikumpulkan dalam penilaian
karya, yaitu:
1.
Data karakteristik pekerja, yaitu data yang menunjukkan
karakter atau sifat-sifat pekerja yang sesuai/tidak sesuai untuk dapat melaksanakan
suatu pekerjaan secara efektif dan efisien. Data ini berupa: loyalitas tinggi
atau rendah, energik dalam bekerja, konsisten, jujur, cermat dan teliti, mampu
bekerja sama dan lain-lain. Data ini cenderung bersifat kualitatif.
2.
Data nilai tindakan/perilaku dalam bekerja, yaitu data
yang menunjukkan tentang ketrampilan/keahlian dalam bekerja, yang diperlukan
untuk mengetahui kemampuan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yang dituntut
oleh metode dan teknologi yang paling produktif. Datanya adalah: kemampuan
bekerja sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan, jumlah
kesalahan atau kekeliruan dalam bekerja, pemeliharaan peralatan khususnya mesin
dan lain-lain. Data ini cenderung bersifat kualitatif.
3.
Data hasil kerja. Yaitu data yang menunjukkan tentang
kemampuan mencapai target yang telah ditetapkan dan/atau kemampuuan
menyelesaikan masalah yang berpengaruh pada kuatitas dan kualitas yang
tercapai. Data ini mengungkapkan juga tentang kelebihan dan kekurangan yang
menggambarkan potensi yang dimiliki seseorang dalam bekerja, yang sesuai dengan
tujuan organisasi/perusahaan. Data ini bersifat kuantitatif bila diukur dari
target yang ingin dicapai berupa jumlah produk atau peningkatan jumlah
konsumen. Di samping itu dapat pula bersifat kualitatif jika berbentuk
inisiiatif, kreativitas, kemampuan berpikir, intuisi dan feeling bisnis,
kecepatan dan ketepatan merespon dan lain-lain. Pendekatan yang dipergunakan
untuk mengukur kinerja karyawan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang
disampaikan oleh Nawawi, dengan pertimbangan pendekatan tersebut sesuai dengan
tolok ukur kinerja yang ada pada obyek penelitian.
Menurut Tiffin
untuk lebih menjamin obyektivitas penilaian kinerja, maka yang menjadi tugas
pengukuran (responden) diambil dari atasan, mandor, pengawas atau pimpinan
perusahaan yang mengetahui kondisi produktivitas karyawannya, meskipun dalam
beberapa data dapat langsung diajukan pertanyaan kepada karyawan (Moch As’ad, 1995:22). Henry
Simamora mendukung pendapat Tiffin
dengan mengatakan bahwa penilaian kinerja yang potensial meliputi para
penyelia, rekan sejawat (karyawan pada level yang sama, seringkali bekerja pada
tugas atau pekerjaan yang sama), bawahan atau bahkan karyawan itu sendiri.
Penyelia langsung menjadi penilai kerja yang potensial dan paling memenuhi
syarat untuk memberikan informasi yang relevan mengenai kinerja, kelemahan dan
potensi karyawan, karena para penyelia ini bekerja secara erat dengan karyawan
yang sedang dievaluasi dan merupakan orang yang seharusnya memiliki pandangan
yang paling lengkap dari kinerja atau produktivitas kerja harian seorang
karyawan (Simamora, 1995:350).
2.1.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan
Kinerja berhubungan dengan sikap seseorang
terhadap obyek psikologik tertentu, seperti yang dikatakan oleh Theodore (1991:430) bahwa “attitudes are importants consideration of
work performance. They accupy central position in the process of transforming
work requirement in effort”, dengan demikian diketahui bahwa sikap
merupakan pertimbangan utama guna mencapai prestasi yang tinggi apabila sikap
terhadap pekerjaan positif, maka prestasinya juga tinggi, demikian juga
terhadap produktivitas kerja juga tinggi.
Kebutuhan dipandang sebagai pembangkit, penguat
atau penggerak perilaku. Artinya apabila terdapat kekurangan kebutuhan, maka
orang lebih peka terhadap usaha dari
Manajer. Kesimpulan terhadap pendapat di atas
adalah kinerja yang optimal tersebut merupakan fungsi dari dorongan kerja
untuk bekerja dengan level tertentu di mana dorongan kerjanya ditentukan oleh
kebutuhan lain bahwa karyawan akan terdorong untuk melaksanakan suatu pekerjaan
dengan baik yang kemudian dapat menimbulkan profesionalisme, apabila mereka
melihat bahwa tindakannya tersebut akan membantu tercapainya kebutuhan yang diinginkan.
Kinerja optimal yang terealisasi tidak timbul
dengan sendirinya tetapi perlu diberi unsur dorongan kerja sebagai pendorong
atau penggerak, namun tidak semudah perkiraan, pemberian dorongan kerja akan
efektif jika apa yang diharapkan karyawan benar-benar menjadi kenyataan.
Secara umum faktor-faktor yang menjadi pendorong
terciptanya kinerja karyawan yang optimal dapat dimulai dari pengelolaan sumber
daya manusia yang mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal serta
perhatian pada kesesuaian antara organisasi dengan individu karyawan yang
bersangkutan. Mendasarkan pada kajian teoretis di atas, maka peneliti dapat
menyusun mapping kerangka teori sebagai berikut :
Gambar 2.2
Mapping Kajian Teoretis Penelitian
Tingkat
kesesuaian yang tinggi antara individu dan organisasi yang tercipta melalui
proses pemenuhan yang menyebabkan produktivitas pada individu bukannya pada
organisasi dan ukuran tingkat individu tidak memperhitungkan semua interaksi
dan kompleksitas dalam proses kerja. Sementara itu tentu masuk akal bahwa
karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinannya untuk melakukan tindakan
indisipliner seperti halnya ketidakhadiran, ketidakloyalan, dan tingginya angka
keterlambatan hadir.
Mendasarkan pada
kajian teoretis yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik pemahaman
bahwa hubungan yang tercipta antara variabel-variabel kompensasi dengan
kepuasan kerja serta kinerja karyawan bersifat searah di mana dengan pemenuhan
kompensasi sesuai dengan harapan serta tugas dan tanggung jawab karyawan akan
menghasilkan tingkat kepuasan tertentu yang berdampak pada terciptanya level
tertentu dari kinerja karyawan.
2.2 . Temuan Penelitian Terdahulu
Penelitian
terdahulu akan dijadikan dasar guna menunjang konsep-konsep yang digunakan
dalam penelitian ini serta sebagai pembanding, maka perlu dikemukakan
hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan permasalahan
penelitian yang dilakukan sekarang. Beberapa penelitian terdahulu yang dapat
digunakan acuan antara lain :
1.
Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan adalah
penelitian Flippo (1985) yang meneliti pada
132 perusahaan berdasarkan penilaian kinerja (performance appraisal) menunjukkan bahwa hasil dari prestasi kerja (kinerja) karyawan
telah digunakan sebanyak 43% untuk pertimbangan dalam pemberian kompensasi. Sedangkan selebihnya dapat digunakan untuk
pertimbangan dalam mengikutsertakan karyawan pada pelatihan yang
diselenggarakan perusahaan maupun sebagai ukuran pengembangan karyawan lebih
lanjut (28%) serta untuk umpan balik atas prestasi yang berjalan dan
pertimbangan dalam promosi.
2.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Lowery, Petty dan
Thompson (1996:267) terhadap 8000 karyawan, ternyata 4.788 responden memberikan
respon bahwa karyawan setuju terhadap konsep merit pay (kompensasi berdasarkan kinerja) tetapi ada masalah dalam
hal implementasi. Karyawan menghargai kesempatan dinilai dengan sistem merit, penawaran kompensasi dengan
program tersebut serta insentif untuk meningkatkan kinerja. Karyawan juga
menaruh perhatian pada kualitas tujuan yang dirancang dan kesenjangan keadilan
atau persepsi favoritisme dalam
menetapkan kompensasi. Pada penelitian ini perusahan mengimplementasikan sistem
pembayaran yang baru yang diberikan kepada karyawan dengan dua dasar pembayaran
yakni gaji dasar dan insentif bonus. Insentif bonus diberikan kepada karyawan
yang didasarkan pada kinerjanya. Sebelum mengimplementasikan program kompensasi
yang baru, kinerja karyawan terlebih dahulu dinilai dengan menghubungkan kombinasi
merit dan senioritas yang membolehkan
karyawan untuk meningkatkan melalui dasar klasifikasi jabatan dan tingkatan
kompensasi pada penyesuaian tahunan. Bonus insentif memiliki keuntungan
dibandingkan dengan merit pay karena
dapat lebih baik mencerminkan kinerja saat ini (Lawler, 1977:145). Bonus tidak
menjadi inuitas sebab pembayaran tahun yang berurutan berkaitan dengan tingkat
kinerja seperti pada kasus merit yang meningkat. Hasil penelitian ini secara
menyeluruh mendukung konsep merit pay.
Respon karyawan tersebut menunjukkan bahwa karyawan percaya ide di balik
program merit pay sangat baik, tetapi
masalah utamanya terletak pada pelaksanaannya. Jadi organisasi dapat
mempertahankan program merit pay tersebut, asal saja penerapannya harus diarahkan
untuk kepuasan karyawan sehingga tidak menyebabkan kegagalan.
3.
Menurut Wilkerson (1995:276), sistem kompensasi berdasarkan kinerja (merit pay) sekarang
dipandang tidak adil dan tidak ada kaitannya dengan kinerja serta hanya
mempertimbangkan pemberian hak kepada karyawan. Oleh karenanya banyak program merit pay yang tidak berhasil. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat dua hal yang menjadi penyebab tidak
bekerjanya merit pay:
- Dari sudut statistik penerapan merit pay mengacu pada Bell-Shape Curve yang berdistribusi normal. Implikasi dari bentuk distribusi ini bahwa seluruh karyawan memiliki kemampuan yang sama, sehingga prestasi kerja karyawan dianggap secara random. Padahal pada kenyataannya prestasi kerja karyawan berbeda-beda sesuai dengan kemampuan serta pengalaman kerjanya, di mana dengan aktifitas training dan usaha peningkatan kinerja lainnya yang dilakukan perusahaan maka karyawan yang memiliki kemampuan kerja rendah menjadi semakin berkurang. Jadi seharusnya yang digunakan adalah distribusi yang miring ke kanan bukan atas dasar bentuk distribusi normal. Akibatnya dalam penerapan anggaran untuk kompensasi mengacu pada distribusi normal. Kesalahan ini akan berimplikasi pada pihak manajemen serta menciptakan dilema bagi supervisor untuk melakukan tiga kemungkinan, yakni (1) Memberi peringkat kepada karyawan lebih rendah dari kinerja yang sesungguhnya untuk menyesuaikan dengan anggarannya (2) Memberi peringkat kinerja karyawan lebih tinggi dan harus menjelaskan mengapa peningkatan kompensasi tidak sesuai dengan peringkat (3) Menaikkan anggaran merit.
- Perbedaan dalam merit pay antara kinerja yang tinggi dengan yang rendah begitu kecil dan tak ada nilai insentif serta tidak jelasnya bagaimana seorang memperoleh kompensasi lebih tinggi dan lebih rendah yang dapat diperoleh secara adil, sehingga bagi karyawan sulit memutuskan apakah kompensasi benar-benar dikaitkan dengan kinerja. Pendapat tersebut didukung Filipowski (1991:39), sekalipun sebagian besar karyawan diberitahu bahwa kenaikan gajinya didasarkan pada prestasi kerja, tetapi hanya sepertiga yang mempercayainya. Hal ini disebabkan banyak program yang dirancang secara sistematis.
4.
Di samping itu focus
penerapan program merit pay harus berubah, misalnya dengan
mengacu Wilkerson (1995:40-45). Meskipun sistem pembayaran berdasarkan kinerja
secara substansial dapat meningkatkan produktivitas, desain dan implementasi
yang jelek dapat menekan potensi efektivitasnya.
5.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Kohn (1993: 42), yang
menyatakan bahwa meskipun sistem pembayaran berdasarkan kinerja secara
substansial dapat meningkatkan produktivitas,
desain dan implementasi yang jelek dapat menekan potensi efektivitasnya. Supaya
efektif, sistem kompensasi berdasarkan kinerja harus berhubungan dengan tiga
persoalan utama yaitu: (1) penentuan kinerja, (2) pengukuran kinerja, (3) penentuan
kompensasi yang dapat diterima karyawan (Kohn, 1993:54). Oleh sebab itu semua
persoalan penilaian kinerja harus ditujukan pada sistem yang menghubungkan
bayaran dengan kinerja agar efektif. Jika sistem pengukuran kinerja memusatkan
diri pada satu komponen kinerja dari insentif diberikan bagi komponen yang
berbeda, maka karyawan akan bingung dan para manajer akan bertanya-tanya
mengapa insentif tidak berhasil.
Tabel 2.2
Mapping Penelitian Terdahulu
Peneliti
|
Objek penelitian
|
Hasil penelitian
|
Flippo 1985
|
Penelitian ini pada pola
penggunaan performance appraisal
pada beberapa perusahaan jasa di Amerika Serikat
|
Flippo meneliti pada 132
perusahaan berdasarkan performance
appraisal menunjukkan bahwa hasil dari prestasi kerja (kinerja) karyawan
telah digunakan sebanyak 43% untuk pertimbangan dalam pemberian kompensasi.
|
Lowery, Petty dan Thompson 1996
|
Pada penelitian ini perusahan mengimplementasikan sistem
pembayaran yang baru yang diberikan kepada karyawan dengan dua dasar
pembayaran yakni gaji dasar dan insentif bonus. Insentif bonus diberikan
kepada karyawan yang didasarkan pada kinerjanya
|
4.788
responden penelitian memberikan respon bahwa karyawan setuju terhadap konsep merit pay (kompensasi berdasarkan
kinerja) tetapi ada masalah dalam hal implementasi. Karyawan menghargai
kesempatan dinilai dengan sistem merit,
penawaran kompensasi dengan program tersebut serta insentif untuk
meningkatkan kinerja.
|
Kohn,. 1993
|
Kajian penelitian ini ditujukan pada penilaian sistem
kompensasi yang mendasarkan pada tiga persoalan utama yaitu penentuan dan
pengukuran kinerja, penentuan kompensasi yang dapat diterima karyawan
|
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun sistem
pembayaran berdasarkan kinerja secara substansial dapat meningkatkan
produktivitas, desain dan implementasi yang jelek dapat menekan potensi
efektivitasnya.
|
Wilkerson, 1995
|
Kajian ini menekankan pada program merit pay yang harus selalu disesuaikan dengan kondisi dan
pertumbuhan perusahaan serta beban tugas dari para karyawan
|
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun sistem
pembayaran berdasarkan kinerja secara substansial dapat meningkatkan
produktivitas, desain dan implementasi yang jelek dapat menekan potensi
efektivitasnya
|
Imbalan
Imbalan nonmoneter Konpensasi
moneter
Imbalan karier Imbalan sosial
Rasa aman Simbol setatus
Pengembangan diri Pujian
Fleksibilitas karier Kenyamanan tugas
Peluang kenaikan Persahabatan
Konpensasi tak lansung konpensasi
lansung
Perlindungan Perlindungan Bayaran tidak Tunjangan
Umum Pribadi Masuk siklus
Jaminan social Pensiun Cuti kerja Perawantan O.T
Penganguran Tabungan Pelatihan Perawantan Anak
Cacat
Asuransi Hari merah Biaya Pindah
Pesangon Liburan Bntuan hukum
Gaji pokok Pembayaran Pembayaran
Premi
berdasarkan
berdsarkan
Ketrampilan kinerja
Bagian saham
Bonus
Pembanyaran
Insentif
Kesalamatan
Kerja dan kesehatan Kerja.
Akibat dengan adanya lingkungan kerja pasti akan
menimbulkan :
Baik
kesehatan dan keselamatan perlu diperhatikan :
Maka perusahaan perlu melaksanakan tindakaan 2
baik
Berupa penanggulangan keselamatan kerja dan
kesehatan kerja
Keselamatan kerja Berupa :
1. Cara kerja
2. Cara berpakainan
3. Alat yang diperlukan
Biasa hal ini diberdirikan kelompok keselamatan kerja
Dengan punya program :
Memperbaiki
alat ,cara keselamatan kerja yang telah ada.
Ketaatan
pengguna
Kesehatan
kerja:
Banyak sekali yang ditimbulkan dengan adanya
linggkungan kerja dengan demikian suatu perusahaan cara mengantisipasi:
Check up
kesehatan ,Kebersihan dll
Apa yang
biasa kita Model untuk penelitihan :
Berkenakan dengan Keselamatan
,Kesehatan kerja Dan kinerja???
Model
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Organesasi
Sumber-sumber
Bahaya di Kondisi keselamatan Hasil
Tempata
Kerja dan
Kesehatan Kerja
Lingkungan
Fisik Kecelakaan Kerja Absensi tinggi
Kerja
Penyakit akibat Ketidakpuasan
Kerja Klaim medis
Rendahnya
Lingkungan
sosiopsikologis Kehidupan
kerja produktivitas
yang berkualitas Rendahnya
rendah efisiensi
Stres karena pekerjaan Tinggi biaya
Bebankerja yang berat Rendahanya
kualitas
sangat bermanfaat....
BalasHapus